infoselebb.my.id: Atta Halilintar Buka Suara Soal Konflik Sengketa Tanah antara Ayahnya dan Ponpes: Untuk Pendidikan - INFO SELEB

Atta Halilintar Buka Suara Soal Konflik Sengketa Tanah antara Ayahnya dan Ponpes: Untuk Pendidikan

Posting Komentar

YouTuber Atta Halilintar buka suara soal kasus yang menimpa ayahnya, Anofial Asmid Halilintar baru-baru ini.


Diketahui, Anofial Asmid Halilintar tengah tersandung kasus sengketa tanah dengan Yayasan Pondok Pesantren Al Anshar Pekanbaru, Riau.


Anofial Asmid diduga mengklaim kepemilikan tanah ponpes tersebut yang mencapai Rp 26 miliar.


Ketika ditanya oleh awak media terkait kasus sang ayah, Atta Halilintar mengaku tak tahu mengenai permasalahannya.


Atta pun meminta awak media menanyakannya langsung kepada sang ayah.


"Waduh aku nggak tau, nggak tau deh, aku nggak tau jawabnya. Tanya yang bersangkutan aja deh," ujar Atta, dikutip dari YouTube Insertlive, Kamis (14/3/2024).


Ayah dua anak itu mengatakan, dirinya hanya mengetahui bahwa tanah tersebut digunakan sebagai sarana pendidikan dan masjid.


"Setau aku sih, kalau nggak salah ya tanahnya diminta untuk buat pendidikan buat masjid gitu gitu sih," ungkap Atta.


Tak mau ikut campur urusan sang ayah, Atta pun enggan memberikan komentarnya lebih dalam dan bergegas meninggalkan wartawan.


"Nanti tanya langsung sama yang bersangkutan ya," kata dia.


Kronologi Sengketa Kepemilikan Tanah Ponpes Senilai Rp26 M yang Diklaim Ayah Atta Halilintar


Sebelumnya, kuasa hukum dari perwakilan Pondok Pesantren Al Anshar Pekanbaru pun menjelaskan kronologi adanya sengketa kepemilikan tanah antara pihak yayasan dengan ayah Atta Halilintar itu.


Kuasa hukum yayasan, Dedek Gunawan mengatakan tanah tersebut bukan sepenuhnya milik Anofial Asmid.


Tanah di Pondok Pesantren Al Anshar, Pekanbaru itu rupanya dibeli secara kolektif oleh pengurus yayasan.


"Terkait dengan sengketa ataupun polemik ini dapat kami jelaskan bahwa tanah ini berdasarkan informasi dari klien kami bahwa tanah ini adalah milik yayasan."


"Beliau (Anofial Asmid) sampai menggugat karena tanah yang menjadi sengketa hari ini adalah tanah milik yayasan.


"Pada 1993, tanah itu dibeli secara kolektif dari semua anggota yayasan yang menyumbangkan uangnya untuk membeli, yang pada akhirnya itu kan setelah dibeli merupakan menjadi aset yayasan," kata Dedek Gunawan dikutip dari YouTube Intens Investigasi, Selasa (12/3/2024).


Setelah dibeli, tanah itu dibuat atas nama kepemilikan Saepuloh, yang merupakan perwakilan yayasan.


Namun, pada saat ayah Atta Halilintar menjadi pimpinan di pondok pesantren, kepemilikan tanah tersebut kemudian diambil alih atas namanya.


"Setelah dilakukan pembelian tanah itu dibuat ke atas nama Haji Saepuloh, kemudian karena beliau pimpinan pada saat itu, beliau mengambil alih."


"Dibuatlah ke nama beliau, terbitlah sertifikat hak milik atas nama beliau. Namun, meskipun terbit ke nama beliau, tanah tersebut tetap menjadi aset yayasan," jelasnya.


Hingga kemudian, Anofial Asmid dipecat sebagai pimpinan pondok pesantren karena dianggap sudah tidak cakap.


"Muncullah sengketa ini ketika beliau ini dikeluarkan oleh yayasan karena mungkin sudah dianggap tidak cakap lagi untuk menjadi pimpinan yayasan," beber Dedek.


Karena ayah Atta Halilintar tidak lagi menjadi pengurus ponpes, maka pihak yayasan meminta Anofial Asmid mengembalikan semua aset-aset yayasan yang pernah dibuat atas namanya.



Keluarga Gen Halilintar. (Instagram @genifaruk)


Dikatakan Dedek, aset yayasan yang dimaksud tidak hanya berada di wilayah Pekanbaru, melainkan tersebar di daerah lain.


"Kemudian karena beliau bukan lagi pengurus yayasan, yayasan meminta kepada beliau untuk mengembalikan semua aset-aset yang pernah dibuatkan atas nama beliau."


"Perlu diketahui, aset bukan hanya di Pekanbaru, tapi juga di Jakarta bahkan tersebar di beberapa daerah,"


Lebih lanjut, Dedek Gunawan mengatakan ayah Atta Halilintar telah mengembalikan sebagian aset yayasan.


Akan tetapi, tanah di Pondok Pesantren Al Anshar belum dikembalikan kepada yayasan, masih atas nama Anofial Asmid.


"Namun, sebagian aset-aset ini sudah dikembalikan kepada yayasan.


"Nah kebetulan, tanah yang sekarang hari ini menjadi objek sengketa ini belum dikembalikan kepada yayasan. Masih nama beliau," terang Dedek.


Pada 2004, Anofial Asmid sebenarnya mengembalikan sertifikat tanah yang diminta kepada seorang anggota yayasan.


Namun, belum sempat dilakukan peralihan, seorang anggota yayasan yang menerima kuasa dari ayah Atta Halilintar tersebut meninggal dunia.


Karenanya, pengalihan aset tanah pondok pesantren tersebut otomatis batal.


"Sebagai informasi, pada tahun 2004 yayasan meminta kembali kepada beliau agar nama yang sudah dibuatkan di dalam sertifikat hak milik itu kembali dikembalikan kepada yayasan."


"Tahun 2005, sudah terjadi peralihan, beliau sudah menyerahkan tahun 2005, itu aktanya ada. 2005, diserahkan kepada Doktor Risdam, juga merupakan anggota dari yayasan."


"Namun, malangnya begini, belum sempat dilakukan peralihan kembali lebih lanjut. Penerima kuasa jual dari penggugat tadi meninggal dunia."


"Otomatis akta yang sudah dibuat batal hukum dong, dari sinilah sengketa bermulai," ujar Dedek.


Klarifikasi Kuasa Hukum Anofial Asmid


Terkait ramainya pemberitaan mengenai kliennya, kuasa hukum Anofial Asmid, Lucky Omega Hasan, memberikan klarifikasi.


Dalam keterangan yang diterima Tribunnews.com, ia menjelaskan aset yang sedang dipermasalahkan sebenarnya merupakan milik Anofial Asmid.


Selama ini, kata Lucky, Anofial Asmid memberikan izin kepada pihak Yayasan Pondok Pesantren Al Anshar Pekanbaru untuk memanfaatkan aset tersebut demi kepentingan sosial dan pendidikan masyarakat.


Namun, menurut Lucky, seiring berjalannya waktu, pihak yayasan ingin mengambil alih aset tersebut.


"Bertahun-tahun Pak Halilintar digugat oleh oknum Yayasan tersebut. Beliau tidak melawan tidak juga membalas, hanya mempertahankan hak atas tanah miliknya."


"Dengan upaya pertahankan hak itu, untuk menghindari oknum Yayasan tersebut mengambil alih untuk kepentingan negatif dan tidak bertanggung jawab," terang Lucky di Jakarta, Senin (12/3/2024).


Dalam upaya mempertahankan aset miliknya, Anofial Asmid dinyatakan menang setelah putusan Mahkamah Agung (MA) menentapkan dan menguatkan bahwa aset tersebut berstatus Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama Halilintar Anofial Asmid.


Tak hanya itu, Lucky juga menyebut kliennya sudah berusaha menempuh jalan damai dengan pihak yayasan.


Anofial Asmid memberikan tenggat waktu dua tahun kepada yayasan untuk pindah dan menyerahkan tanah miliknya.


Tetapi, ujar Lucky, pihak yayasan justru tidak kooperatif dan enggan menyerahkan sertifikat tanah.


"Sekarang mereka menanggung akibatnya dan harus meninggalkan lokasi tanah itu dan menyerahkan aset tanah dan sertifikatnya akibat perbuatan mereka sendiri."


"Seharusnya tanah tersebut diperuntukkan sebagai sarana pendidikan dan sosial," pungkas Lucky. (*)

Related Posts

There is no other posts in this category.

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter