infoselebb.my.id: MENYALAHKAN - INFO SELEB

MENYALAHKAN

Posting Komentar

Praang ....


"Aaargh ...." Seorang wanita menjerit histeris di dalam kamarnya. Ia menarik taplak meja sehingga membuat semua benda di atasnya berserakan di lantai. Napasnya menderu. Giginya gemerutuk. Ia menjambak rambutnya sendiri. Ia memandang nanar ke sekeliling. Riasan di wajahnya terlihat berantakan. 


Tangannya memungut sebuah foto anak lelaki yang  tampan. Foto itu ikut terjatuh bersama benda-benda yang terlempar tadi. Perlahan, otot-otot di wajahnya yang semula tampak mengeras, kini terlihat melunak. Wanita itu mengusap foto tersebut lalu mendekapnya erat di dada. Bulir-bulir bening berserakan di pipinya. Pilu. 


Kamar itu dipenuhi foto anak laki-laki usia empat tahun dengan aneka pose. Lucu dan imut. Menggemaskan sekali. 


Pipinya bulat kemerahan. Matanya besar dengan manik berwarna coklat. Hidungnya, alisnya,  rambutnya, lesung pipinya ... semua yang ada pada anak itu, pasti membuat siapa pun akan terpesona dan jatuh cinta. Tuhan benar-benar genius telah menciptakan seorang anak dengan rupa sesempurna ini. 


“Ruby!” pekik Rossa sambil berlari menghampiri putri tunggalnya. Di belakang Rossa ada sosok pria gagah yang mengikuti. Meski sudah berumur, namun sisa-sisa kejayaan di masa lalu masih tampak jelas. 


“Kenapa, Nak? Ada apa?” tanya Rossa sambil mengelus punggung putrinya. 


“Mama, Papa ... bantu Ruby menyingkirkan putri Edzard," ucap Ruby dengan tatapan memohon. 


"Edzard ... Edzard ... ternyata memiliki putri. Ruby harus membalaskan dendam Evan, Pa.” Wanita cantik itu mendekat dan memohon pada sang ayah. Wajahnya memelas. Banyak jejak airmata di sana.


“Balas dendam?” jawab Anggoro, ayah Ruby, dengan nada datar.  Ia tidak habis pikir pada jalan pikiran putrinya. Semua telah dibuktikan dari rekaman CCTV yang dipasang di rumah mereka.  Bagaimana Ruby ingin balas dendam pada orang yang tidak bersalah?


Saat itu, Ruby asyik bermain telepon genggam di pinggir kolam renang. Sementara Evan berenang sendirian dengan menggunakan pelampung yang melingkar dengan gambar bebek warna kuning.


Tanpa Ruby sadari, pelampung yang Evan pakai, terbalik sehingga membuat kepala Evan berada di dalam air dan kakinya bergerak-gerak di permukaan air. Ruby tidak menyadari hal itu. Ia tersenyum-senyum dengan mata yang fokus menatap layar hape.  


Byuuur ....


Tiba-tiba Edzard sudah ada di dalam kolam renang dengan pakaian lengkap. Mata Ruby terbelalak melihatnya. Edzard membopong tubuh Evan yang pucat dan membiru keluar dari kolam renang. 


Ruby histeris. Ia memukul-mukul Edzard dan mendorong tubuh Edzard supaya menjauh dari Evan. 


"Pergi! Jangan sentuh anakku! Evaan ... ini Mama, Nak. Bangun, Sayang."


Edzard tidak mempedulikan Ruby yang meraung. Ia membaringkan Evan di pinggir kolam lalu mendekatkan telinganya ke hidung Evan. 


Edzard menekan-nekan dada Evan berulangkali, mendongakkan kepala Evan untuk melancarkan pernapasan. Edzard juga melakukan napas buatan untuk Evan. 


"Come on, Boy ...."


Ruby, di sebelahnya menjerit-jerit memanggil nama Evan dan mencaci maki Edzard. Ruby mendorong-dorong Edzard dan mencoba menghalanginya melakukan apa pun pada putranya. Ia ingin memeluk tubuh Evan yang membeku. Ruby menuduh Edzard sebagai pembunuh. 


Evan terbatuk-batuk, air keluar dari mulutnya. Edzard segera membalik tubuh Evan hingga ia tengkurap. Air semakin banyak keluar dari mulut Evan. 


Mata Evan terbuka lalu memanggilnya lemah “Pa ....” 


Tubuh Evan sangat dingin dan pucat. Napasnya tersengal, mengembus satu-satu.  


“Boy, bertahan ya. Papa mohon ....” Edzard menyambar handuk yang terletak tidak jauh di sana. Ia segera menyelimuti tubuh Evan yang dingin lalu membawanya ke rumah sakit. 


Anggoro ingat, saat itu ia sedang santai membaca di teras rumah.  Ia melihat Edzard keluar sambil membopong Evan yang lemah diselimuti handuk. 


Ruby yang menjerit-jerit di belakangnya sama sekali tidak dihiraukan.


Edzard memacu mobilnya seperti orang gila menuju rumah sakit sambil terus mengajak Evan berbicara.  Anggoro yang menggendong Evan di dalam mobil. 


“Boy, jangan tidur. Lihat Papa ... Lihat Opa, Sayang. Kamu harus bertahan. kita akan ke Om Dokter. Oke?”


“Hey, jagoan Papa. Stay with me, Boy ... please, stay with me ....“


*** 


Anggoro menatap sendu wajah putrinya. Peristiwa itu sudah berlalu bertahun-tahun yang lalu. Rekaman CCTV sudah diperlihatkan dengan jelas pada Ruby. Namun, Ruby tetap saja menolak kenyataan itu. Keinginan untuk balas dendam selalu menghantui pikirannya. 


“Iya, Papa ... aku harus balas dendam. Kematian Evan harus dibayar dengan kematian anaknya Edzard. Biar Edzard juga merasakan di alam sana sakitnya kehilangan anak.”


“Ruby, kamu tahu dengan pasti kejadiannya. Kamu ada di sana waktu itu. Edzard--"


“Edzard membunuh Evan, Pa! Edzard yang membunuh Evan!” jerit Ruby sambil menutup kedua telinganya. 


“My little boy sedang asyik berenang. Dia bermain air dengan gembira bersama pelampung bebeknya. Edzard yang menenggelamkannya ke dalam air, Papa. Aku lihat dengan jelas. Edzard ada di kolam renang itu. Evan ... Evan ... Evanku tidak lagi terdengar suara tawanya. Kenapa, Papa? Kenapa Edzard begitu jahat pada Evan? Apakah karena aku telah membohonginya? Apa karena Evan bukan anaknya? Kenapa harus Evan yang dia bunuh? Kenapa, Papa?” racau Ruby lagi tidak terarah sambil menangis sejadi-jadinya. 


“Ruby ....” Anggoro meraih putri tunggalnya itu ke dalam pelukan. Tangis Ruby pecah sambil memanggil-manggil nama Evan sekaligus mencaci maki Edzard. 


Anggoro membimbing putrinya untuk berbaring di tempat tidur.


“Papa ... Mama ... aku tidak bisa tenang kalau anak itu masih hidup. Tolong, Pa. Singkirkan dia. Putri Edzard harus mati, Pa. Demi Evan ... demi aku ...,” lirih Ruby diantara isak tangis yang membawanya ke alam mimpi.   


Anggoro dan Rossa menghela napas. Keduanya hanya dapat terus mendampingi dan menyayangi Ruby melewati hari demi harinya yang begitu berat.


Rasa bersalah yang sangat besar pada dirinya sendiri membuat Ruby telah menciptakan sebuah realitas yang ia yakini benar. Ruby memindahkan tanggung jawab dan gumpalan rasa bersalahnya pada orang lain. Dengan demikian Ruby seolah dapat bertahan.


TAMAT


🌹🌹🌹


Ini adalah cuplikan novel NAMAKU QIARA yang sudah mengalami recycle. Semoga berkenan. 


Mohon krisannya 🙏🙏🙏

Related Posts

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter